Selasa, 01 Mei 2012

Kekerasan Impulsif oleh Anak-anak

KOMPAS.com - Membaca berita tentang penusukan seorang anak SD oleh teman baiknya sendiri membuat saya kembali prihatin. Kasus yang menimpa siswa SD Negeri Cinere 1, SM (12), yang ditemukan nyaris tewas di got Perumahan Bukit Cinere Indah, Cinere, Kota Depok, Jawa Barat dengan delapan luka tusuk di perut, tangan, dan betis. Anak pasangan tunanetra ini diduga ditusuk teman sekelasnya, Amn (13). Peristiwa itu dipicu oleh pencurian telepon seluler milik SM oleh Amn, Rabu lalu (Kompas.com 18 Feb 2012). Bayangkan seorang anak kecil yang belum juga mencapai masa remaja akhir sudah mampu melakukan perbuatan yang kita anggap keji itu. Lebih mengherankan lagi diketahui bahwa Amn dan SM ini sebenarnya adalah teman baik. Amn juga dikenal sebagai anak baik-baik oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dia bukanlah anak yang terkenal nakal atau sering melakukan hal-hal yang meresahkan. Ada hal apa yang terjadi pada Amn (13) yang tega melakukan perbuatan melukai temannya sendiri ? Apalagi penusukan yang dilakukannya bukan hanya sesuatu yang hanya bermaksud melukai saja, tetapi seperti berniat untuk menghabisi nyawa karena dilakukan sampai 8 kali. Lebih menyesakan lagi karena setelah melakukan hal tersebut dia berinisiatif membuang temannya di got, mungkin dengan niat agar tidak diketahui orang. Kesetanankah dia ? Atau ada hal yang bisa menjelaskan hal ini ? Kekerasan impulsif Apa yang terjadi pada Amn (13) yang diketahui tidak memiliki riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain mungkin adalah sesuatu Kekerasan Impulsif. Kekerasan Impulsif adalah suatu reaksi yang tidak terkontrol, yang mempunyai potensi melukai orang lain yang terjadi setelah peristiwa yang dianggap membahayakan individu yang melakukan kekerasan. Pada kasus Amn (13) dan SM (12) ini, kejadian yang memicu adalah ketahuannya Amn oleh SM mencuri HP miliknya yang baru saja dibelikan oleh ayahnya SM sebagai hadiah khitanan. Ketakutan atau rasa malu membuat Amn berbuat nekat dan impulsif dengan melukai SM. Yang tidak masuk di akal adalah ada kesan memang hal yang dilakukan Amn adalah untuk menghabisi nyawa SM agar perbuatan tersebut tidak menyebar. Kalau ini yang benar terjadi sungguh sangat meyesakkan jika kekerasan seperti ini bisa terjadi pada diri anak yang masih sangat muda itu. Walaupun pada banyak kasus kekerasan impulsif oleh anak biasanya masalah pemicunya sepele, namun reaksi perilaku yang diberikan oleh anak yang mengalami masalah ini terkadang lebih dari yang dibayangkan. Menendang, memecahkan barang-barang, memukul dan melukai diri sendiri adalah sebagian reaksi perilaku yang dilakukan oleh anak yang melakukan kekerasan impulsif. Selain itu berteriak, memaki, bicara kasar dan kotor/vulgar adalah reaksi verbal yang juga sering dilakukan oleh anak yang mengalami hal ini. Pertanyaannya adalah di mana si anak belajar melakukan ini ? Dari contoh kasus Amn dan SM, kita bertanya darimana pisau yang dipakai untuk menusuk didapatkan? Apakah ini sesuatu yang direncanakan ? Bagaimana Amn bisa begitu tega menusuk SM berulang kali lalu membuangnya ke got ? Melihat contoh Anak adalah seorang peniru ulung. Segala gerak geriknya pada awal masa kehidupan didapatnya dari meniru orang di sekitarnya. Orang tua dan keluarga adalah tempat belajar pertama kali. Selanjutnya lingkungan akan berkontribusi lebih banyak lagi dalam membuat si anak belajar hal-hal baru termasuk dalam mengungkapkan perasaan dan berperilaku. Melihat kasus Amn dan berita yang pernah saya baca berkaitan dengan hal ini, Amn mengatakan kalau apa yang dilakukannya adalah dari hasil meniru adegan kekerasan di film yang ditontonnya di televisi. Kita bisa membayangkan betapa besarnya efek yang ditularkan lewat media televisi lewat film yang mungkin tidak pas ditonton oleh anak seumur Amn. Contoh-contoh kekerasan lewat penggambaran yang realistis di film-film akan membuat memori yang “abadi” di kepala si anak. Anak tanpa sadar telah “tercuci otaknya” dengan film-film tersebut. Fungsikan keluarga Keluarga dalam hal ini di dalamnya peran keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat sangat penting. Seperti yang disebutkan di atas, semuanya bermula dari keluarga. Keluarga yang pertama kali berhubungan erat dengan si anak sebelum akhirnya dia mengenal dunia luar. Ada baiknya jika sebelum mengenal dunia luar, orang tua telah membekalinya dengan pengetahuan yang cukup tentang perilaku, perasaan dan bagaimana menyikapi lingkungan yang kadang berbeda dengan yang selama ini dikenal. Orang tua harus bijak dan berperan sebagai “role model” dalam proses ini. Peran yang baik dari orang tua juga diaplikasikan dalam memberikan hal-hal yang bermutu kepada anaknya termasuk dalam membatasi tontonan yang belum sepantasnya ditonton oleh anak. Hal ini sedikit banyak akan melindungi anak dari hal-hal yang negatif dan dapat mempengaruhinya. Terakhir peran agama menjadi penting. Anak yang baik lahir dari keluarga yang baik. Salah satu ciri keluarga yang baik lahir adalah keluarga yang mendidik anaknya dari pemahaman agama yang baik dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Agama bukan hanya sekedar teori pembungkus dan hanya dihapalkan tanpa pernah mengamalkannya. Semoga kita bisa menjadi keluarga yang baik demi masa depan anak-anak kita. Semoga sehat fisik dan jiwanya Salam Sehat Jiwa * Psikiater dan Pengamat Kesehatan Jiwa dari FK UKRIDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar