Kamis, 06 Mei 2010

Saat Yansen naik kelas tiga, kami menemukan sebuah tanjakan dalam perjalanan pendidikan secara umum, sebab buku pelajaran bertambah. Ada ppkn, saint, ips, dll. Waktu belajarpun menjadi 5 jam meningkat 2 kali lipat dari semula 2,5 jam waktu kelas satu dan dua. Penggunaan alat tulispun meningkat yang tadinya pencil menjadi bolpoint (tulis dengan tinta). Perubahan ini membawa kendala sebab tulisan salah tidak bisa dihapus dengan penghapus karet, tetapi ditempel dengan lebel . Waaaah......bagi Yansen yang perfeksionis, salah /kotor dikit tempel sampai melembung deh buku catatannya dan pekerjaanpun jadi lambat karena urusan tempel tempel tadi jadi pelajaran banyak yang ketinggalan karena banyak catatan atau tugas tidak selesai pada waktunya.

Terus terang kami mulai kewalahan karena tiap hari banyak PR dan banyak PS yang belum selesai serta catatan banyak yang tidak lengkap. Jadi pulang sekolah mesti kejar ketinggalan dan bikin PR belum lagi menburu pinjaman dari teman-temannya. Masih untung sih jaraknya dekat bahkan ada teman Yansen yang tetangga depan rumah jadi kami mesti menjalin hubungan baik dengan teman-teman Yansen. Untungnya ortu teman temannya juga semua mau support.

Adaptasi perubahan pensil ke bolpoint dan tempel menempel berjalan lama maka disinilah perlu kesabaran yang extra extra extended.........bayangkan pulang sekolah ada les.....3 x seminggu, bikin PR bisa sampai magrib belum beres apa lagi ada ulangan. Wah mamanya bisa sampai tengah malam dan kalau belum mantap besok pagi-pagi mamanya ingatin lagi sebelum berangkat sekolah.

Ada hal yang sangat mengguncang kami waktu Yansen selesai mengambil rapor cawu 1 kelas 3, pengasuhnya yang sudah mendampingi Yansen selama 7 (tujuh) tahun minta berhenti karena mau pulang kampung dan nikah. Wah bagai petir di siang bolong, kami cuma dikasih waktu satu bulan untuk cari penggantinya. Tadinya kami sempat kawatir kalau Yansen ditinggal pengasuhnya yang sudah dekat sekali secara emosional, bisa shock dan mempengaruhi belajarnya di sekolah. Tapi akhirnya kami sadar tidak mungkin selamanya dia ikut mengasuh Yansen. Suatu saat pasti ada waktu berpisah. Kitalah justru yang harus mengajar anak anak SN ini untuk bisa mandiri dalam menghadapi segala keadaan.

Kami terus bawa dalam doa-doa,dan mendapat firman Tuhan :"terkutuklah orang yang mengandalkan manusia dan bukan mengandalkan Tuhan" Oleh kekuatan firman itulah kami jadi kuat dan mempersiapkan Yansen untuk dipisahkan dari pengaruh pengasuhnya. Kami terus buat sosial story "Bagaimana kalau mbak ling pulang tidak datang lagi" sebab beberapa kali pulang kampung khan datang lagi. Kali ini sejak pengasuhnya mengatakan mau kawin dan tidak kerja lagi, kami sudah buat storynya "mbak ling mau pulang dan ngak kembali lagi, Yansen mau ikut siapa yo?”.
dan dia jawab "mama". Dan kami terus mengulang tentang topik mbak ling mau pulang kampung dan tidak kembali. Terus Yansen tanya kenapa mbak tidak kembali? Kami jelaskan sudah saatnya mbak ling punya keluarga dan "kawin" dengan orang yang akan jadi suaminya.

Terus kami tanya lagi Yansen mau ikut mama atau mbak ling pulang kampung?? Yansen jawab ikut mama saja berarti sukseslah misi kami sebab pengaruh kami sebagai ortu masih lebih besar.

Waktu sampai waktunya pengasuhnya meninggalkan rumah Yansen sudah siap karena sudah ada storynya dan sejak itu tidak pernah cari lagi pengasuhnya. Berarti pengaruhnya sudah lepas sehingga apa yang tadinya kami takuti tidak terbukti maka amanlah suasana rumah tangga kami.

Apa yang terjadi setelah pergantian pengasuh lama ke pengasuh baru yang belum genap satu bulan bersama Yansen?

Tunggu cerita kami selanjutnya.

Yansen 06
http://puterakembara.org/archives10/00000062.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar