Kamis, 06 Mei 2010

Sejak kelas dua cawu ke 3 Yansen mulai pakai mata. Memang tujuannya adalah untuk mengatasi penglihatannya yang sudah minus sebab sering kali nonton TV dengan jarak yamg dekat kali ya, dan sudah sering kami bilang kalau nonton tv jaraknya segini, bahkan di lantai keramiknya dikasih tanda, eeeh tetap melanggar. Kalau kami nonton bareng ditegor dia mundur ke belakang garis tetapi kalau meleng dikit bisa maju lagi, dan akhirnya jadilah "Yansen pakai kaca mata".

Yang terjadi kemudian…. karena anaknya aktif jadi kaca matanya sering dibuka dan ditaruh sembarangan. Sudah bisa ditebak masalah datang dalam beberapa hari saja kaca mata pecah. Dan karena itu sudah menjadi kebutuhannya sebagai alat bantu membaca, maka ketika mau pakai, kaca mata tidak berfungsi lagi akan terjadilah peristiwa "Yansen Ngamuk lagi dikelasnya".

Pulang sekolah kami berusaha betulin kaca matanya supaya besoknya di sekolah tidak bermasalah,dan sekalian bikinin serepnya jadi 2 pasang, sebab kami pikir kalau ada masalah dengan kaca mata yang satu pengasuhnya selalu membawa serepnya. Ternyata apa yang kami prediksi terjadi kaca matannya cuma berumur 2 minggu sebab bukanya kasar dan dilempar sembarangan jadi penyok atau kakinya patah.

Pernah kami coba memakai rantai kaca mata, tapi ternyata itupun tidak banyak bantu. Rantainya jadi objek mainan bahkan digigit terus akhirnya putus dan kacamatanya dijadikan objek putar putar dengan memegang salah satu ujung rantai kacamatanya. Kemudian yang kami lakukan adalah memperbanyak stok kaca matanya sampai 3 pasang, sehingga kami menjadi pelanggan rutin kacamata. Mulanya kami membeli kacamata yang ratusan ribu dengan kwalitas agak bagus, tetapi akhirnya kami hanya membeli kaca mata yang puluhan ribu, murah jadi bisa banyak dan yang tahan banting ......he he he kacanyapun supersin anti pecah.......tapi .....tidak anti gores.

Masalah lain timbul waktu Yansen kelas dua. Ada pelajaran bahasa daerah karena kami di Tangerang, yaitu pelajaran bahasa Sunda, selain bahasa Inggeris yang memang sudah dia paham. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar sehari hari, kami kesulitan karena harus memperkenalkan satu bahasa lagi. Tadinya kami khawatir apa Yansen tidak bingung dengan macam macam bahasa tapi itu masuk kurikurum depdiknas jadi tidak bisa tolak. Jadi mulailah Yansen diperkenalkan bahwa selain ada bahasa Indonesia yang dipakai sehari hari, ada bahasa
Inggris yang dipakai masyarakat International, kemudian ada bahasa daerah bisa Sunda, Jawa dll. Untung anak Yansen tidak bingung dia bisa ngerti konsepnya ada bahasa yang berbeda beda. Buktinya saat kami tes setelah beberapa lama belajar bahasa Sunda (walaupun seminggu cuma sekali), kami tanyakan kalau selamat pagi bahasa Inggrisnya apa ? lalu bahasa Sundanya apa?? ayo … eh... ternyata dia ngerti dan bisa jawab bahkan dia tambahin lagi kalau bahasa Cina apa?? dia balik bertanya ha ha ha rupanya dia mulai mengerti konsepnya bahwa manusia itu beda beda dan
bahasanya pun beda beda.

Kami bisa buktikan saat berenang ada orang negro hitam sekali dekat kami main air dan iseng saya tanya, Sen itu orang apa sambil menunjuk orang hitam di dekat kami, eh ternyata dia tahu bahwa orang itu tidah serumpun dengannya walaupun jawabnya, orang luar negeri, dan kami cepat jelaskan betul tapi yang tepat itu orang afrika,dan kami minta dia tanyakan sendiri om dari mana ?? Ternyata orang hitam itu sudah bisa bahasa Indo sebab dia pelatih bola persita dan dia menjawab pertanyaan Yansen dimana negara asalnya.

Pernah kami bawa Yansen ke Malaysia lewat Pontianak, karena papanya asal Pontianak sekalian mengenalkan kampung asal Papanya. Waktu sampai di Kuching ibukota Serawak dia dengar orang berbahasa Melayu, kemudian dia tanya bahasa apa itu ma?? kami jawab itu bahasa Melayu dan rupanya dia ngerti itu bukan bahasa Indonesia. Kami mulai jelaskan kita ini ada di luar negeri jadi bukan di Indonesia tempai tinggal kita. Wawasannya kiga semakin bertambah, seperti saat diajak ke kampung papanya itu, dia tahu itu jauh dari rumah sebab naik kapal laut 40 jam.

Kami jalan jalan ke Malaysia karena waktu itu murah dan satu satunya perjalanan ke LN yang bisa lewat darat hanya Pontianak ke kuching Malaysia naik bis cuma 50 rb per orang dan fiskal cuma 200 rb, bahkan pemegang paspor domisili Kalbar bebas fiscal. Sekarang lewat darat ke 2 adalah ke Timor leste.

Kami memilih perjalanan keluar kota untuk memperluas wawasannya sekaligus memperkenalkan transportasi laut, darat, udara,dan kereta api supaya dia melihat langsung.

Perjalanan ke luar kota rutin kami adakan sebab setiap libur Yansen minta jalan-jalan. Jadi tiap libur kami harus pergi karena Yansen bahkan sudah merencanakannya jauh jauh hari. Jadi kami pikir ini bisa untuk memicu semangat belajarnya, tapi tentunya tujuannya disesuaikan sengan keuangan kami. Bisa ke Puncak, ke Bandung, ke Sukabumi, ke Bogor, ke Cirebon, ke Yogya, ke Lampung. Yang paling sering ke Palembang kampung mamanya, selain juga banyak tante-tantenya Yansen yang sudah merindukannya.

Dalam mendidik anak Autis Punish & Reward harus ditegakkan. Ini betul-betul efektif, jadi kami menerapkannya pada Yansen. Perjalanan adalah reward karena naik kelas atau prestasi bagus, tetapi kami tidak segan segan memberi hukuman kalau dia salah, supaya anak kami mengenal konsep tindakannya 'Salah' atau 'Benar' dan Konsep Reward & Punish betul betul membawa hasil dalam penbentukan karakter.

Mereka senang kalau melakukan yang baik mendapat reward tapi itupun harus ditempatkan pada konteks yang benar.

http://puterakembara.org/archives10/00000062.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar