Kamis, 06 Mei 2010

"sukses anak SN bertahan di sekolah umum sampai tamat"

Ketika kita berani mengambil keputusan untuk memasukkan anak kita yang notabene
special, kita sudah meraih 50% sukses, tapi selanjutnya ortu harus mengambil bagian peranan yang sangat besar, kenapa begitu??? Karena ortulah yang paling tahu kondisi anaknya. Guru, terapis, pengasuh hanya pelengkap dalam hal mendidik anak. Oleh karena itu kami katakan ortu harus mengawal sedari awal sampai ........kapan? tergantung kemajuan anak.....katakanlah sampai bisa mandiri.

Tugas mengawal di sini artinya adalah benar-benar mengawal. Coba perhatikan kalau pengawal Presiden apa yang dikerjakan kalau lagi bertugas, sudah pasti tidak boleh lalai, tidak boleh meleng sedikit dan tentunya fokus perhatian selalu kepada siapa yang dikawalnya. Tentunya dalam mengawal anak kita yang SN tidak harus seekstrim paswalpres, tetapi maksud kami perhatikan setiap tindakannya setiap saat walaupun saat kita mendelegasikan pengawalan kepada pengasuhnya. Kita minta infonya atau laporannya tentang anak kita setiap hari, jangan sudah seminggu kita ngak tahu perkembangannya sama sekali, apalagi sudah sebulan ortu cuek aja, bisa sukur, ngak bisa terserah deh, bahkan sikap tidak peduli harus dihindari, sebab bagaimana yang lainnya mau peduli kalau ortunya aja ngak peduli.

Bayangkan waktu anak kami Yansen di kelas satu saja sudah tiga kali kami dipanggil mau disuruh pindah. Bayangkan kalau kami tidak peduli, pasti sudah keluar, pindah sana pindah sini akhirnya mungkin saja putus asa, saling menyalahkan dan hasilnya bisa dipastikan amburadul.

Walaupun kami sama bekerja di dunia sekuler, tapi kami curahkan perhatian penuh pada anak kami. Kami bagi tugas, suami/bapak berperan sebagai imam, tugasnya pembinaan rohani, mendoakan istri dan anak anak dan khusus anak Yansen tiap pagi saya tumpang tangan atasnya memberkati,"Biar kiranya Tuhan memberikan kemampuan mengendalikan diri, memberikan kepintaran, hikmat dan penguasaan emosi". Istri/ibu yang lebih banyak mengajar, mengoreksi pr, ps dan berkomunikasi
dengan gurunya kalau ada yang tidak bisa dikerjakan Yansen.

Pada mulanya tulisan Yansen tidak teratur besar kecil turun naik, tetapi karena kami minta guru kelasnya les maka beliau bisa membaca apa yang Yansen tulis, mamanya juga bisa baca karena mengikuti terus, tetapi papanya waktu awal-awal tidak bisa baca karena Yansen belum jadi dokter tapi tulisannya lebih dari tulisan dokter.

Karena Yansen secara akademik bisa mengikuti pelajaran, ulangan hasilnya bagus, dan situasipun sudah bisa dikendalikan waktu belajar asal tidak diganggu dulu, tidak diusilin anak anak iseng dia bisa tenang, walaupun setelah tugasnya selesai masih suka jalan jalan, tetapi gurunya sudah mengerti. Maka dari itu, Yansen dikasih tugas tambahan setelah dia lebih cepat menyelesaikan tugas ps misalnya menggambar bebas, atau menulis yang tidak menggangu murid yang lainnya.

Kep sek pun mulai memberikan perhatian dan memberi dispensasi Yansen untuk
tidak ikut dalam barisan waktu upacara ataupun yansen diijinkan berdiri dipinggir lap upacara didampingi pengasuhnya, supaya tidah mengganggu jalannya upacara karena Yansen masih suka jalan kesana kesini. Karena upacara itu setengah jam, bila Yansen hanya bertahan 10 menit, maka diijinkan masuk keruang guru agar tidah mengganggu yang lainnya dan setelah selesai upacara baru bergabung dengan kelasnya.

Waktu akhir tahun dimana Yansen cukup bagus nilainya dan berhak naik kelas dua, kepala sekolah maupun guru-gurunya tidah mempersoalkan lagi Yansen harus pindah ketempat lain. Ini semua karena kemurahan Tuhan yang membuka jalan dan menolong umatNya yang berseru kepadaNYA , tepat waktunya dan mencukupi kebutuhannya.

Jangan takut menghadapi masalah tetapi kalau masalah itu datang kepada kita dan Tuhan ijinkan dalam hidup kita hadapi, kerjakan apa yang bisa kita kerjakan, dan berdoalah kepadaNya, maka percayalah Tuhan akan mengerjakan bagianNya.

Waktu Yansen naik kelas dua tidak banyak masalah yang membuat heboh tetapi persoalan persoalan dalam belajar tetap menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Metode kelas satu tetap diteruskan yaitu guru kelasnya kami minta memberi les seminggu 3 X dirumah kami. Ini sangat menguntungkan karena kami bisa menjalin komunikasi dengan gurunya tentang perkembangan anak kami. Kami minta Yansen les nya lebih focus dengan melatih melukis karena mat sudah bagus, juga yang lain.

Dar hasil les dan latihan menulis maka waktu cawu 2 kelas dua tulisan Yansen sudah rapi dan tentunya papanya sudah bisa baca. Bahkan ada guru kelas tiga bertanya kepada guru kls 2 yang ngajar Yansen, ini tulisan Yansen bu ? saking tidak percayanya dan penasaran karena waktu kelas satu tulisan Yansen kayak tulisan dokter, tapi itulah kemajuan namanya kalau dilatih terus motorik halusnya makin baik.

Ada satu hal kemudian terkuak dari laporan guru Yansen waktu kelas dua yaitu Yansen sering tidak jelas menyalin tulisan dari papan tulis padahal kami sudah minta duduk barisan paling depan. Dari laporan itulah gurunya menyarankan supaya periksa mata Yansen dan ternyata benar sudah minus 2 dan sejak kelas dua cawu 3 Yansen pakai kaca mata. Problem menyalin tugas dari papan tulis bisa teratasi tetapi problem baru muncul.

Apa yang terjadi jika anak SN pakai kaca mata? Tunggu ceritanya pada episode berikut.
http://puterakembara.org/archives10/00000062.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar